Riyan: Harus Ada Upaya Preventif Menyikapi ODGJ di Bukittinggi

    Riyan: Harus Ada Upaya Preventif Menyikapi ODGJ di Bukittinggi

    BUKITTINGGI-Kita baru saja mendengar kabar dari beberapa media di Bukittinggi, ada seorang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) diduga terperosok ke Ngarai di sekitaran Lapangan Ateh Ngarai Bukittinggi, Rabu (16/12). Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Bukittinggi dan masyarakat  berusaha mengevakuasi korban. Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi yang juga merupakan alumni Universitas Indonesia mengatakan pandemi covid-19, ikut mempengaruhi munculnya ODGJ dibeberapa kota di Indonesia, termasuk di Bukittinggi. Ada banyak faktor yang memicu seseorang dari yang awalnya berstatus Orang Dengan Masalah Kesehatan (ODMK). Kemudian berubah menjadi ODGJ. Mulai dari masalah ekonomi, masalah sosial dan beberapa masalah lainnya.

    Dikemukakan juga oleh Riyan yang juga merupakan Kepala Sub Pemetaan Masalah Pokdar Kamtibmas Kota Bukittinggi bahwa harus ada upaya preventif oleh walikota baru Bukittinggi yang kedua puluh dua untuk menyikapi ODGJ di Bukittinggi. Menurut Riyan, khusus di Bukittinggi dalam Pasal 2 ayat 2 Peraturan Walikota (Perwako) Bukittinggi Nomor 13 Tahun 2019 dijelaskan pelayanan kesehatan ODGJ diberikan pelayanan yang bersifat pencegahan/preventif. Lalu dalam Pasal 2 ayat 1 huruf j  (Perwako) Bukittinggi Nomor 13 Tahun 2019 dijelaskan pula bahwa ODGJ termasuk dalam pelayanan dasar kesehatan kota Bukittinggi yang merupakan jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak diberikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

    Tentang hak-hak ODGJ  yang ternyata tidak berbeda dengan warga negara lainnya. Mengenai hak-hak penderita gangguan jiwa ini telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan  Pasal 148 ayat 1 dan Pasal 149, ujar Riyan yang juga merupakan Wakil Sekretaris Laskar Merah Putih Kota Bukittinggi.  

    Dalam Pasal 148 ayat (1) UU Kesehatan dijelaskan “Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara" dan dalam Pasal 149 UU Kesehatan dijelaskan “Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan”.

    Dan menurut Riyan yang juga merupakan Kepala Advokasi Forum Pers Independen Indonesia (FPII), bahwa jika kita rangkum terdapat empat hak ODGJ dalam perundang-undangan kita, yaitu: hak perlindungan, hak bebas dari penyiksaan, hak hidup, dan hak kehidupan yang layak.

    Pertama hak perlindungan, dijabarkan lewat Pasal 28 G ayat 1, yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

    Kedua hak bebas dari penyiksaan, dijelaskan dalam Pasal 28 G ayat 2 berbunyi pemerintah menjamin setiap warganya bebas dari penyiksaan. Pasal 28 G ayat 2: "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".

    Ketiga hak hidup, hak hidup untuk ODGJ sama tingkatannya dengan orang normal pada umumnya. Pemerintah Indonesia menjamin hal ini di dalam UUD 1945 pasal 28 I ayat 1: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun".

    Untuk hak hidup dipertegas lagi lewat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 9 ayat 1: "Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya".

    Dan yang Keempat hak kehidupan yang layak, dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 41 ayat 1 dan 2 disebutkan jika ODGJ berhak mendapatkan penghidupan yang layak.  Sebagaimana dibunyikan dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Hak Asasi Manusia, “(1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. (2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan. Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, miningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. (Linda/Riyan)

    Bukittinggi Sumbar
    Fernando  Yudistira

    Fernando Yudistira

    Artikel Sebelumnya

    Menpora Zainudin Amali Dorong Kembali Eksistensi...

    Artikel Berikutnya

    Parkir Tahunan, Satlantas Polres Pasaman...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Indonesia Hanya Butuh Pemimpin Jujur yang Berani
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Hendri Kampai: Indonesia Baru, Mimpi, Harapan, dan Langkah Menuju Perubahan
    Kodim 0305/Pasaman Gelar Program Pembinaan Lingkungan Hidup
    Hendri Kampai: Kualitas tulisanmu adalah kualitas dirimu

    Ikuti Kami