Sumbar, - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sumatra Barat (Sumbar) kecewa dengan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumbar 2022.
Sebagai informasi, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah baru saja menetapkan UMP Sumbar naik Rp28, 498 dari Rp2.484.041 pada 2021 menjadi Rp2.512.539 pada 2022.
“Kita kurang puaslah dengan angka kenaikan yang sangat minim ini. Kita sangat prihatin, ” ujar Ketua KSPSI Sumbar, Arsukman Edy saat dihubungi via telepon, Jumat (19/11/2021).
Dia menuturkan, pada masa pandemi Covid-19 ini, angka kenaikan UMP Sumbar seharusnya lebih tinggi daripada yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi Sumbar.
Apalagi, kata dia, dua sektor usaha yang dominan di Sumbar yakni pertanian dan perkebunan tidak terdampak sama sekali oleh pagebluk Covid-19 yang telah melanda lebih kurang dua tahun terakhir.
“Malahan dua tahun ini mengalami peningkatan harga CPO (crude palm oil). Jadi dengan demikian rasanya tidak adil hanya dengan kenaikan sekitar Rp28.000, ” jelasnya.
Pihaknya juga menyayangkan sikap Gubernur Sumbar yang tidak memiliki pertimbangan dalam penetapan UMP 2022. Seharusnya, menurut Arsukman, Mahyeldi bisa membuat sikap terkait penetapan UMP karena kewenangan ada di tangan gubernur.
“Saya berpikir gubernur pasti paham lah dengan kondisi untuk sektor pertanian dan perkebunan itu tidak terdampak oleh Covid-19, ” sebutnya.
Dia menegaskan, berdasarkan hitung-hitungan pihaknya, idealnya besaran UMP Sumbar 2022 adalah Rp2, 8 juta.
Hanya saja, jika menggunakan formula yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, besaran upah yang diinginkan pihaknya tersebut tentu tidak akan didapatkan.
“Tapi melihat kondisi sekarang, angka Rp2, 8 juta itu dianggap pas lah. Hanya, kalau menggunakan rumus tidak akan bertemu angka itu, ” sampainya.
Arsukman juga menyoroti peran dewan pengupahan di tingkat provinsi dalam menetapkan UMP. Diketahui, dewan pengupahan itu terdiri atas pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
“Menurut kami, dewan pengupahan itu harusnya tidak ada lagi. Cukup di tingkat pusat saja, di tingkat provinsi tidak usah, ” ungkapnya.
Hal tersebut karena peran dewan pengupahan di tingkat provinsi tersebut tidak efektif lagi.
“Karena kesannya dewan pengupahan ini seperti robot saja sekarang. Sebab, rumus sudah ditetapkan oleh pusat, angkanya juga ditetapkan pusat berdasarkan data yang ada di BPS, kenapa tidak orang pusat saja yang memasukkan langsung. Toh, angkanya ketemu di situ juga. Jadi, ada kesan sekarang kewenangan ada di pusat, tapi tanggung jawab dia serahkan ke daerah. Ini tidak adil. Pemikiran kita tidak terakomodir di sana, ” terangnya.
Meski demikian, Arsukman mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak terkait penetapan UMP 2022 itu karena ketentuannya berada di pusat. Pihaknya juga belum membahas lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang akan diambil apakah akan menggelar aksi demonstrasi atau ikut mogok.
“Belum ada. Karena SK penetapan UMP baru hari ini keluar. Kita diskusikan dulu di tengah kepengurusan, ” sebutnya lagi. (**)