Agam, - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Agam mencatat, dari bulan Januari hingga 16 Maret 2021 telah terjadi 6 kasus konflik manusia dengan satwa liar.
Kepala BKSDA Resort Agam, Ade Putra Selasa (16/3) mengatakan, konflik terjadi antara manusia dengan buaya muara, harimau Sumatera, beruang madu, dan lain sebagainya.
“Dari enam kasus tersebut, mengakibatkan satu orang meninggal, dan beberapa hewan ternak warga mati dan terluka, yang diduga akibat serangan dari satwa liar tersebut, ” ujarnya.
Dijelaskan, baru-baru ini, sebanyak 3 ekor kerbau warga Sawah Liek Aia Rangek, Jorong Cubadak Lilin, Nagari Tigo Balai, Kecamatan Matur, diduga dimangsa oleh harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatera), Minggu (7/3).
“Dari kejadian tersebut mengakibatkan satu ekor induk kerbau mati, dan 2 anak kerbau mengalami luka-luka, ” jelasnya.
Dan satu warga yang meninggal tersebut, ulasnya, bernama Nasril (50), warga Jorong Muaro Putuih, Nagari Tiku V Jorong, Kecamatan Tanjung Mutiara.
“Nasril diduga dimangsa buaya muara (crocodylus porosus), saat mencari rumput untuk ternaknya di pinggir Sungai Batang Masang, Muaro Putih, Kecamatan Tanjung Mutiara, pada Kamis (11/2), ” jelasnya.
Ade Putra menambahkan, sekitar pertengahan Februari lalu, hewan ternak sapi milik warga, juga diduga dimangsa oleh buaya di Sungai Batang Antokan, Nagari Manggopoh.
Selain itu, jelasnya, pada awal Maret lalu, di beberapa lokasi yang berbeda, buaya muara juga terlihat oleh warga, di sekitar wilayah Pantai Tiku, Nagari Tiku Selatan, Kecamatan Tanjung Mutiara.
“Namun, buaya tersebut diduga hanya sekedar melintas di kawasan tersebut, ” ujarnya.
Ade Putra menjelaskan, sedangkan kasus konflik satwa liar jenis beruang madu (Helarctos Malayanus), terjadi di kawasan kelok 44.
“Hasil dari identifikasi dan laporan warga, satwa tersebut sudah muncul beberapa kali dan memakan hasil perkebunan milik warga, ” jelasnya.
Dikatakan, berdasarkan catatan, kemunculan beruang madu tersebut merupakan yang ke 7 kalinya di kawasan tersebut, dan merupakan individu beruang yang sama.
Sementara itu, pada tahun 2020, pihaknya mencatat, jumlah kasus konflik manusia dengan satwa liar sebanyak 10 kasus, dan pada tahun 2019 sebanyak 11 kasus.
Ade Putra mengimbau, kepada warga yang tinggal ataupun yang beraktivitas di pinggiran sungai, muara dan pantai, agar berhati-hati dan tetap waspada akan keberadaan buaya.
“Sampai bulan Juli mendatang, buaya akan lebih agresif, karena saat ini merupakan musim kawin dan bertelur, ” jelasnya.
Kepada warga yang memiliki ternak, Ade Putra mengimbau agar dapat mengandangkan dan tidak mengembalakan ternaknya di pinggir hutan yang rawan konflik.
“Hal ini dilakukan agar hewan ternak tidak diserang dan dimangsa oleh satwa liar, ” ujarnya.