SUMBAR, - Ketua Ranah Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM), M Sayuti Datuak Rajo Panghulu memberikan tanggapan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
“Perjuangan untuk membentuk Daerah Istimewa Minangkabau (DIM) adalah satu topiknya itu. Tetapi, perubahan tentang undang-undang Provinsi Sumbar itu satu pula topiknya, ” ujarnya saat dihubungi via telepon, Senin (25/6/2022).
Dia menuturkan, RUU tersebut dibuat agar sesuai dengan kebutuhan zaman. Hal tersebut karena undang-undang yang lama masih membawahi tiga provinsi di Sumatra, yakni Sumbar, Riau, dan Jambi.
Dengan adanya RUU Provinsi Sumbar diharapkan Sumbar bisa memiliki undang-undang tersendiri yang terpisah dengan provinsi lainnya.
Sayuti menerangkan, dirinya termasuk salah seorang yang dimintai saran dan masukan oleh Komisi II DPR RI terkait isi RUU Provinsi Sumbar. Waktu itu, dia masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar.
Saat itu, dia mengusulkan, RUU tersebut memuat lima poin yaitu keunikan masyarakat Sumbar yang matrilineal, sistem kepemilikan aset nagari berdasarkan tanah ulayat, lalu sistem kepemimpinan urang nan ampek jinih(penghulu, manti, malin, dan dubalang) untuk tingkat nagari. Lalu, untuk malin diperkuat oleh urang jinih nan ampek (imam, katik, bilal, dan qadhi).
Kemudian, sistem kepemimpinan tungku tigo sajarangan (ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai) untuk tingkat provinsi.
Selain kepada dirinya, Komisi II DPR RI juga meminta pendapat ke Universitas Andalas (Unand) dan pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Sumbar. “Jadi, berdasarkan apa yang saya maksud itu dikonfirmasi kepada Unand dan Pemda Sumbar. Ternyata lima poin yang saya usulkan, setuju semua, ” akunya.
Dia menerangkan, lima poin yang diusulkan tersebut merupakan hakekat dari DIM. “Jadi, namanya ndak istimewa. Tapi kalau masuk yang lima poin itu, sudah istimewa kita. Itulah yang kita perjuangkan, ” sampainya.
Sayuti menegaskan, BP2DIM mengawal apakah lima poin tersebut sudah masuk ke dalam RUU Provinsi Sumbar sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Berdasarkan draf RUU Provinsi Sumbar yang diterima dari Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, usulan Sayuti tersebut tidak disebutkan secara gamblang.
Di dalam Pasal 5 Ayat c di dalam RUU tersebut disebutkan, adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-BSK) sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat.
Dia menyayangkan, tidak disebutnya secara gamblang usulan yang disampaikan pihaknya ke dalam RUU tersebut. “Seharusnya dituliskan secara eksplisit, ” jelasnya.
Sayuti berharap, sebelum disahkan, di dalam RUU tersebut disebutkan undang-undang itu bisa diturunkan ke dalam peraturan pemerintah dan peraturan daerah. Tujuannya agar usulan lima poin tersebut nanti bisa dimuat di peraturan turunan itu.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi dimuatnya ABS-BSK di dalam RUU tersebut. Menurutnya, ABS-BSK merupakan kebudayaan orang Minangkabau.
“Jangan sampai diartikan Sumbar mau syariat Islam. Itu tidak tepat. Karena kalau berbau-bau syariat Islam, orang pusat itu tidak mau. Jadi, ABS-BSK itu adalah kebudayaan orang Minangkabau. Orang Minangkabau itu memang orang Islam. Tapi, Islam itu sudah menjadi budaya orang Minangkabau. Itu perlu ditekankan, ” sampainya.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi mengatakan, RUU Provinsi tersebut tidak mengakomodir pembentukan Daerah Istimewa Minangkabau (DIM).
“DPR RI bersama pemerintah sepakat tidak ada pembentukan daerah istimewa yang difasilitasi, ” ujarnya saat dihubungi via telepon.
DPR RI melalui Guspardi sebelumnya menerima usulan pergantian Sumbar menjadi DIM dari Tim Kerja BP2DIM.
“Usulan itu telah saya suarakan, baik di Komisi II maupun di Baleg. Tentu keputusan berada di pleno. Berdasarkan komitmen pemerintah dengan Komisi II, tidak ada istilah pembentukan daerah istimewa, ” jelasnya.
Meski RUU Provinsi Sumbar tidak mengatur kekhususan yang diterima provinsi Sumbar, tetapi RUU itu mengakomodir kekhasan yang dimiliki provinsi itu.
Kekhasan tersebut yaitu Sumbar yang mayoritas didiami oleh penduduk bersuku Minangkabau berlandaskan ABS-BSK, dan punya adat salingka nagari.(**)